7.4.14

Berdamai dengan Bill Gates

Saya terhenyak bukan alang kepalang ketika membaca kepala berita di salah satu media daring, "Datang keIndonesia, Bill Gates Bagi-bagi duit." Bagi-bagi duit? Oh, tolonglah...

Poster dari @nobodycorp
Kepala berita itu segera mengingatkan saya pada adegan rutin tahunan yang menghiasi layar kaca kita: antrian sembako menjelang lebaran. Orang-orang kebetulan kaya, yang merasa berhak menunjukkan kesalehan sosial, berlomba-lomba membuka pintu gapura rumahnya agar orang-orang miskin saling-himpit bahkan saling-injak berebutan jatah.

Saya tidak sedang hendak meragukan niat baik siapapun. Bill Gates yang terlalu kaya berhak membuang uangnya ke mana saja, begitu pula para pembagi sembako H-1 lebaran. Tidak ada ajaran agama yang melarang mereka bagi-bagi uang, malah dianjurkan. Tidak ada peraturan tertulis atau tidak tertulis yang menidakbolehkan seseorang bermurah hati. Tak seorang pun bisa menghentikan jika bos Microsoft itu bercita-cita jadi superhero.

Tapi, seperti saya selalu khawatir insiden tahunan berulang di penghujung Ramadan, rencana kunjungan Bill ke Jakarta dan Yogyakarta tak urung membuat saya was-was. Lantaran tentu saja itu bukan berita sepele seperti selebriti berlibur ke destinasi tertentu dan lain sebagainya. Pasti ada agenda penting yang dibawanya dengan bendera Bill & MelindaFoundation, yang tidak bisa dipandang remeh, menyangkut dan menyentuh banyak orang, bahkan bisa jadi berkenaan dengan penyelenggaran negara di tengah musim pemilu begini.

Apalagi di dekat-dekat kedatangannya, muncul gimmick bagi-bagi duit. Wah, cocok sekali dengan pemandangan usai acara kampanye dan serangan fajar jelang coblosan. 

Ngeri, nggak?



***

Bill Gates punya semua syarat untuk disukai semua orang. Pertama, uang. Kedua, uang. Ketiga, uang. Seterusnya,uang. Ada pepatah Arab yang pernah saya dengar, artinya kira-kira, "kalau Anda punya harta berlimpah, Anda jadi magnet bagi orang banyak."

Barangkali ada juga pepatah bangsa lain tentang hal yang sama dan belum pernah saya dengar. Saya kira pepatah itu juga berlaku di semua bangsa, terlebih di era yang sering disebut sebagai globalisasi ini. Era di mana, dalam perkembangan mutakhirnya, negara bukan satu-satunya jenis aktor yang sanggup berperan besar mempengaruhi konstelasi politik dunia. Organisasi non pemerintah dan perusahaan multinasional telah sangat diperhitungkan pengaruhnya, contohnya perusahaan bikinan si Bill.

Siapa pula yang harigini tak suka uang? Tidak butuh?

Maka tidak mengherankan, kedatangan Bill Gates disambut dengan suka-cita oleh sementara orang. Puja-puji mengiringi langkahnya sejak menginjakkan kaki di negeri ini. Banyak orang di media sosial merasa perlu mengucapkan terima kasih kepada Bill Gates atas sumbangannya sebesar Rp. 451 miliar. Media massa gegap-gempita berlomba-lomba menggelontorkan ucapan syukur atas dana amalnya.

Hingga detik ini, mencari suara berbeda mengenai Bill di media arus utama nyaris seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Tapi jika dikatakan ada yang janggal, sangat janggal, itu keliru. Tak ada yang janggal, tak ada yang ganjil, dan tak ada yang tidak benar dari itu. 

Tiba di Shangri-La, para triliuner bersama para pemimpin media besar Indonesia telah siap menjamunya dengan makan malam super mewah. Kembalilah ke teori awal, Bill Gates dan duit adalah magnet. Ibarat gula, kehadirannya akan dikerubungi semut. Itu wajar dan sama sekali tak salah.


Biarlah para bos media besar tidak menyisakan sedikit pun sikap kritis. Biarkan pejabat negara sekelas Menko Kesra mengucapkan terima kasih atas nama bangsa Indonesia. Agung Laksono, yang masa jabatannya sebentar lagi akan habis, jelas tak perlu mengkhawatirkan apa-apa.

Jangan besar-besarkan kesan seolah-olah pemerintah kita impoten menyelesaikan masalah malaria, TBC dan polio. Kita pun tak perlu lagi memeriksa motif-motif di balik keringanan tangan Gates walau sekejap.


Poster dari AntiTank
Sama sekali tak penting bagi kita berwaspada kalau-kalau kelak TerraPower, perusahaan penyedia energi nuklir milik Bill, bekerjasama dengan BATAN membangun instalasi nuklir, di negeri rawan gempa dan kurang disiplin ini. Don't worry be happy. Jika suatu saat terjadi kebocoran pada reaktornya dan memakan jutaan korban, anggaplah itu tumbal THR seperti yang kita tonton saban tahun sembari berpangku tangan.

Mari lupakan saja fakta bahwa di tahun 2006 pernah ada MoU siluman antara Kemenkominfo dan Microsoft, yang membunuh proyek kemandirian teknologi informasi nasional: Indonesia Goes OpenSource (IGOS). Sudahlah, tak usah lagi permasalahkan MoU berkop Garuda Pancasila yang isinya tidak ditulis dalam bahasa persatuan kita itu. Demi kemaslahatan bersama, buanglah gagasan tentang kedaulatan dan harga diri itu ke dalam jamban. 

Dan perlahan-lahan, ayo lapangkan jalan agar Bill Gates boleh berbuat semau-maunya di tanah ini. Biarkan karungan dolar bicara.



Poster dari @nobodycorp