13.12.12

Pemuda Indonesia ke Laut Aje!

"Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya, bukan sekadar jongos-jongos di kapal. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri!" (Soekarno, 1953)

Tidak mudah menjadi pemuda, harapan bangsa, tumpuan masa depan. Sungguh tak mudah. Amat sangat tidak mudah lagi menjadi pemuda di negeri maritim yang lupa lautan.

Tapi apa mau dikata? Beginilah kenyataan yang harus dihadapi muda-mudi Indonesia masa kini. Kita hanya boleh berbangga dengan kejayaan maritim di masa lalu, Sriwijaya dan Majapahit. Tak ubahnya seperti suporter klub sepakbola yang hari ini harus terus-menerus menerima kekalahan timnya yang dulu, ya dahulu kala, merengkuh banyak gelar juara. Selebihnya kita harus gigit jari. Di masa kanak-kanak kita sering menyanyi "nenek moyangku orang pelaut" tanpa pretensi kecuali keceriaan.  Detik ini, nyanyian itu kita kenang dengan masygul.

Tanpa perlu berlarut-larut dalam penyesalan, sudah saatnya kita memulai langkah besar mewujudkan visi maritim bangsa ini. Meyalakan semangat kembali ke laut. Bukan hanya nenek moyang kita yang orang pelaut, kita pun harus jadi bangsa pelaut. Karena kenyataan kita adalah laut. Hey! Negara ini ini adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan 70 persen lebih perairan. Bagaimana bisa kita terlalu terobsesi pada daratan?

Mental daratan kita memang telah sedemikian akut. Kita telah terbiasa menyebut orang yang melenceng dari norma-norma yang berlaku sebagai orang yang "lupa daratan," padahal kegilaan yang bersangkutan tidak berhubungan dengan laut. Dari sini, kita dengan gamblang bisa membaca nalar masyarakat kita seperti anti-lautan. Anti di sini bisa juga diterjemahkan sebagai rasa takut, selain perasaan bermusuhan.

Di lain pihak, anak muda jaman sekarang terbiasa berseru "ke laut aje, lu!" kepada  yang dibenci atau minimal kehadirannya tak diinginkan. Seakan-akan laut adalah tempat pembuangan sampah masyarakat belaka. Ironi, bukan?

Maka perjuangan untuk mengembalikan kejayaan bahari Indonesia harus dimulai dari gerakan penyadaran. Gerakan membuka mata. Perjuangan ini harus dimulai dengan perubahan kesadaran. Mental yang kelewat daratan sedikit demi sedikit mesti dikikis. Kenyataan bahwa kita dikelilingi laut harus disadari betul-betul oleh bangsa ini. Kenyataan sosial bisa diubah. Kenyataan alam tak bisa diingkari.

*********

Tantangan untuk membangun kembali kejayaan maritim tidak segampang membalikkan telapak tangan. Ada hamparan permasalahan yang mau tidak mau harus diurai dan diselesaikan satu per satu. Mulai dari sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi hingga kebijakan pemerintah yang tidak berpihak. Belum lagi maraknya pencurian oleh kapal asing yang harus segera diatasi.

Pemuda yang menggebu-gebu, memang belum tentu punya kemampuan untuk menjawab berbagai tantangan dan menyelesaikan berbagai persoalan di laut. Tapi setidaknya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan sedari sekarang untuk persiapan dalam mewujudkan visi maritim Indonesia.

Sebenarnya, belakangan ada sebuah perkembangan yang cukup menggembirakan. Anak muda yang bergerak di bidang pariwisata laut kian menjamur. Gairah untuk mengunjungi banyak destinasi di negeri ini pun semakin tinggi. Geliatnya bisa dilihat dari banyaknya tulisan dan testimoni di internet mengenai pantai-pantai yang sebelumnya jarang dikenal. Agensi travel tumbuh dengan sendirinya meski tanpa dukungan memadai dari pemerintah. Padahal jika dikembangkan, bisnis ini tentu bisa menjadi industri yang menjanjikan. Ini baru soal pariwisata, satu dari sekian pokok visi maritim. Namun kontribusi sekecil apapun patut dihargai. Sebagaimana sumbangsih beberapa anak muda yang rela hidup di pesisir untuk memberdayakan nelayan kecil.

Indonesia Maritime Institute menaksir, laut Indonesia menyimpan potensi kekayaan sekitar 156 miliar dolar AS per tahun, setara dengan Rp. 1.456 triliun. Angka yang fantastis. Tapi angka ini hanya sekadar angka jika tak diupayakan secara maksimal. Sektor kelautan kita baru menyumbang 20,06 persen untuk PDB, yang sebagian besarnya masih disumbang oleh subsektor perminyakan dan gas bumi. Kekayaan laut kita masih banyak didiamkan atau dibiarkan dicuri asing. Beda jauh dengan negara-negara maritim seperti AS, China dan Norwegia yang berhasil mereguk manfaat lautnya sehinga berkontribusi di atas 30 persen PDB mereka.

Di titik ini, kita sebagai pemuda bisa mempersiapkan diri, meningkatkan kapasitas sebagai sumber daya manusia yang dapat mengembangkan potensi kelautan, menciptakan terobosan-terobosan baru di laut. Anak muda yang bukan sarjana di bidang kelautan bisa bekontribusi antara lain dengan mulai melirik berbagai potensi bisnis di laut. Penelitian di bidang kelautan pun masih sangat minim, ke depannya peningkatan signifikan bisa digalakkan generasi kita. Atau jika anda aktivis mahasiswa, anda bisa mendorong pemangku kebijakan untuk menerapkan maritime policy, kebijakan pembangunan berbasis maritim.

Ir. H. Djuanda (1911-1963)

Di hari peringatan Deklarasai Djuanda yang ke-55 tahun ini, rasanya kita sungguh malu pada Djuanda. Perjuangannya untuk mewujudkan konsepsi archipelago state (negara kepulauan) bukanlah pejuangan mudah. Seluruh dunia ketika itu menentang, tapi Djuanda tetap teguh. Karena keteguhannya, laut yang menghubungkan antar pulau di Indonesia menjadi milik kita. Sebelumnya, prinsip 3 mil lepas pantai dari sebuah pulau adalah area terbuka, berkat Djuanda tidak berlaku lagi. Berkat Djuanda, negara kepulauan ini menjadi satu kesatuan dengan batas 12 mil garis tengah lepas pantai terluar. Sungguh visioner dan heroik. Tapi apa balasan kita?

Berbagai permasalahan berserakan di lautan. Persoalan pertahanan dan keamanan yang posturnya ringkih hingga memungkinkan para pencuri meraja-lela, ditambah lagi ancaman-ancaman terhadap kedaulatan nasional. Kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir yang memprihatinkan dan lain-lain. Visi besar Djuanda setelah 50 tahun seakan sia-sia.

Tentu masih banyak hal yang harus dibicarakan bersama. Banyak data dan fakta yang mesti digelontorkan. Permasalahan maritim bukan perkara sepele. Cita-cita mengembalikan kejayaan bahari bukanlah mimpi kecil. Dan tulisan ini bukan usaha simplifikasi masalah, melainkan sebuah seruan: Pemuda Indonesia ke laut aje!

1 komentar:

  1. Good post. I learn something totally new and challenging on sites I
    stumbleupon on a daily basis. It's always exciting to read through articles from other writers and use a little something from their sites.
    My site wedding venues Stockport

    BalasHapus