21.12.10

Masa Depan Cemerlang di Kampung Dunia

Apa yang terjadi jika nabi-nabi lahir pada zaman ini? Era yang ditandai dengan sesaknya bumi karena ledakan populasi anak Adam, dan kompleksitas permasalahan sehari-hari yang digauli umat manusia.


Ribuan bahkan jutaan tahun lalu, ketika nabi-nabi lahir dan mengajarkan kebenaran pada umatnya, belum terbayangkan jumlah penduduk bumi yang demikian besar. Belum terbayangkan, teknologi informasi sebagai penyangga utama kehidupan manusia. Entah bagaimana jika orang-orang-orang suci tersebut ‘terpaksa’ harus menyerukan panggilan Tuhan dengan ponsel, melalui facebook, twitter dan medium lainnya.


Revolusi teknologi informasi dan komunikasi terjadi dalam tiga dasawarsa belakangan. Secara drastis, jarak ruang dan waktu semakin berkurang dan berangsur hilang. Teknologi baru ini pun mengubah persepsi banyak orang mengenai komunitas. Tumbuhnya kecepatan dan aliran informasi serta komunikasi lalu dianggap menjadi sumber bagi transformasi global. Para futurolog menggunakan metafora ‘desa global’ (global village) dalam melukiskan dunia yang semakin tanpa batas dan diramalkan akan menjadi komunitas tunggal. Maka tak heran,  bila zaman ini ditahbiskan dengan sebutan era informasi. Komunikasi yang cepat dan tanpa hambatan kemudian merupakan cap sekaligus syarat yang lekat dalam konsep ‘desa global’.


Seiring langkah maju internet, yang memungkinkan setiap orang menjadi warga dunia dengan web generasi 2.0, telepon selular juga tersedia seantero dunia sebagai perangkat pendukung utama.  Ditambah lagi, dengan semakin canggihnya telepon selular pada perkembangan mutakhir, tak pelak peran industri selular tidak bisa dipandang sebelah mata dalam keberlanjutan hidup ras manusia.

Globalisasi untuk siapa?


Dunia hari ini diramaikan dengan berbagai dinamika dan problematika. Tragedi 11 September 2001 disusul berbagai aksi bom bunuh diri oleh kelompok teroris transnasional, termasuk di berbagai tempat di Indonesia. Perubahan iklim yang membuat bumi ini terancam kiamat. Permasalahan kemiskinan, kelangkaan air bersih, penyebaran wabah penyakit menular termasuk AIDS yang sangat mengkhawatirkan dan 1001 permasalahan warga dunia lainnya.

Sementara itu, seorang petani di pelosok Baturaja bisa asyik update status, kemudian sibuk berkomentar seputar musim duku dan durian, hasil tebangan pisang, atau klub sepakbola kesayangannya Sriwijaya FC dan Barcelona di akun facebook. Aktivis mahasiswa Surabaya ikut dalam gerakan ‘empty chair’ di twitter sebagai bentuk protes terhadap pemerintah China dan dalam rangka mendukung pembebasan penerima Nobel Perdamain 2010, Liu Xiaobo. Sekelompok santri nge-band membawakan lagu Avenged Sevenfold. Sekelompok pemuda Pontianak menonton film ‘Slumdog Millionaire’ dari kepingan VCD bajakan. Seorang mahasiswa IAIN Ar-Raniery chatting dengan seorang temannya asal Swedia. Para pengukir di Jepara dan pematung di Muntilan menjual karya mereka sampai Eropa. Seorang Kyai kampung keliling dunia, bicara tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin di berbagai forum dan seminar. Gerai McDonalds dan kedai kopi Starbucks di kota-kota besar megah bediri selalu dipadati pembeli. Sebuah warkop di Ciputat disemarakkan obrolan dan perdebatan seru mengenai Wikileaks. Pariwisata semakin berkembang sehingga tmemungkinkan terjadinya persentuhan banyak orang lintas suku, adat, ras dan agama. Serta seorang relawan asal Perancis mengabdikan hidupnya untuk penyuluhan tentang HIV/AIDS di pedalaman Papua.

Di sisi lain, ribuan fans Manchester United harus kecewa menyusul dibatalkannya pertandingan eksibisi "Setan Merah" di Jakarta, lantaran bom bunuh diri di hotel JW Marriot. Pengusaha-pengusaha, kecil-menengah khawatir tak cukup mampu bersaing dan menghalau serbuan barang-barang murah dari China per 1 januari 2010, ketika ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) mulai diberlakukan. Masyarakat Islam memprotes film ‘Fitna’ karya Geert Wilder asal Belanda, begitu pula rencana aksi pembakaran AlQuran oleh pendeta Jones di AS. Dan Front Pembela Islam (FPI) menolak kedatangan Miyabi, aktris porno asal Jepang yang videonya sudah begitu legendaris di kalangan urban. Apa yang sesungguhnya terjadi dengan dunia ini? Jawabannya; globalisasi.

Tema globalisasi memang tak bisa dihindari jika bicara tentang kehidupan segenap manusia kini. Dengan berbagai penjanjian perdagangan bebas antar negara; pertukaran dan perpindahan barang, uang, manusia (jasa), ilmu, gagasan dan informasi lintas batas intensitasnya makin tinggi. Seiring-sejalan dengan kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan ke-di sini-an dan ke-kini-an dalam komunikasi.

Namun demikian, globalisasi selama ini tak jarang didefinisikan secara negatif. Globalisasi seringkali dipersepsikan sebagai bentuk lain dari penjajahan dengan bungkus baru. Meskipun tidak seluruhnya, nada-nada sumbang tentang globalisasi ini cukup tercatat dalam buku Globalization (2006) karya Alex Mac Gillivray.

Mengapa globalisasi dianggap jahat?  Minimal terdapat dua alasan; pertama, ketimpangan kekayaan negara-negara maju (Utara) dan negara-negara berkembang (Selatan). Dan kedua, hegemoni kebudayaan Barat, wabilkhushus Amerika Serikat terhadap dunia Timur. Dan alasan yang paling sering dikeluhkan adalah ketimpangan ekonomi. Diyakini, Negara-negara berkembang yang kebanyakan kaya akan sumber daya alam seharusnya menikmati hasil kekayaan alamnya. Namun kenyataan berkata lain, Negara-negara industri maju lah yang lebih banyak memangsa.


Tidak semua orang merasakan hal yang sama, sebenarnya. Dus, juga ada kenyataan bahwa bahkan di negara-negara maju pun masih banyak kemiskinan dan pengangguran. Tapi, anggapan ketidakadilan semacam ini hidup di dada banyak orang. Begitu pula di Indonesia, banyak kelompok intelektual, mahasiswa, pengusaha, pedagang kecil hingga rakyat biasa yang mempunyai kesadaran akan ketidakadilan global.

Industri Selular dan Globalisasi: Mengadidayakan Setiap Orang

Secara teoretis, pro-kontra globalisasi masih ramai diperdebatkan. Sementara proses globalisasi nampaknya tak terelakkan lagi. Perkembangan globalisasi yang disangga oleh teknologi informasi dan komunikasi ini, menurut Thomas L Friedman, dalam salah satu buku terkenalnya Lexus and Olive Tree; “enabling individuals, corporations and nation-states to reach around the world farther, faster, deeper, and cheaper than ever before.” Patut dicatat bahwa revolusi telematika, didukung semakin canggihnya telepon genggam benar-benar membuktikan kebenaran ucapan Friedman. Jangankan negara dan perusahaan, individu pun bahkan mampu menjangkau dunia lebih jauh, lebih cepat, lebih dalam dan lebih murah dari yang pernah-pernah.

Perkembangan ini sangat mengembirakan. Dalam pandangan mereka yang optimistis dan antusias, melalui globalisasi revolusi komunikasi adalah berkah bagi kemanusiaan. Pandangan negatif tentang globalisasi dapat dimentahkan karena revolusi komunikasi. Laporan United Nations Development Programme (UNDP) tahun 1999 mengungkapkan; revolusi komunikasi memberikan janji-janji digital, to connect everything to everything else, creating…tremendous force for human development for all those connected—by providing information, enabling empowerment and raising productivity. Siapa saja dapat berhubungan dengan siapa pun, sehingga tercipta kekuatan besar untuk pembangunan manusia, bagi mereka yang telah terhubung satu-sama lain, dengan tersedianya informasi, meningkatnya produktivitas dan dapat dilakukannya pemberdayaan.

Gombalkah janji-janji digital itu? Tidak gampang diwujudkan memang. Lagi-lagi ketimpangan aksesilibilitas menjadi argumentasi mereka yang pesimistis dan skeptis. Teknologi informasi dan komunikasi dianggap hanya menguntungkan sebagian negara maju yang lebih dulu memiliki, teknologi ini terkonsentrasi di negara-negara Utara sementara negara-negara sisanya semakin tidak diuntungkan.

Akan tetapi, para pengkritik globalisasi tersebut sama sekali tidak menyanggah bahwa teknologi komunikasi dapat meningkatkan taraf hidup seorang anak manusia dan menciptakan kesetaraan dalam hubungan antar manusia. Dan yang lebih mengejutkan, telematika kini bukan lagi monopoli negara maju. Baik dari sisi pengguna maupun pencipta inovasi. Jumlah pengguna internet dan telepon selular meningkat di negara-negara berkembang. Di Indonesia bahkan, aneka peranti lunak buatan anak negeri unjuk gigi dari tingkat lokal hingga global. (Gatra, Mei 2008)

Pengguna internet di Indonesia tahun ini tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibanding tahun kemarin, yakni pada angka 30 juta users. Tapi industri selular semakin memapankan langkahnya dalam mendukung kemajuan internet, memainkan peran yang sangat vital saat ini dan akan datang. Pengguna seluler di Indonesia hingga juni 2010 mencapai 180 juta, 80 persen dari jumlah penduduk Indonesia! Angka yang sangat menakjubkan. Dan sekarang, alasan utama seseorang membeli handphone adalah tersedianya fasilitas internet. Maka tidak heran bila jumlah pengguna facebook di Indonesia saat ini nomor dua di dunia setelah Amerika Serikat. Sementara penetrasi pengguna twitter Indonesia paling tinggi tahun ini.

Tingkat penggunaan ponsel dengan naiknya pendapatan ekonomi memang tidak bisa  dihubungkan begitu saja secara sederhana dan serampangan. Dibutuhkan kesadaran akan pentingnya informasi yang tepat-guna dan peningkatan produktivitas itu sendiri. Saya pernah menjadi asisten Info-mobilizer di Telecenter e Pabelan, sebuah proyek Partnership for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP) yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan UNDP. Saat itu, tahun 2006, tidak mudah untuk mengajari petani menggunakan internet. Jangankan mengetik dengan cepat, tangan petani yang biasa mengayunkan cangkul itu begitu susahnya menggerakkan mouse. Saya dan pak Hardi, info-mobilizer dari Bappenas, dengan sabar membimbing 6 kelompok tani di desa Pabelan, Magelang. Kami terjun berinteraksi dengan masyarakat setempat untuk mengidentifikasi sendiri apa saja informasi yang dibutuhkan, meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya akses terhadap informasi, melaksanakan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat dan mendorong masyarakat mengembangkan kegiatan perekonomiannya melalui fasilitas telecenter.

Hasilnya, meskipun tidak semuanya dapat dikatakan berhasil, kelompok-kelompok tani tersebut dapat meningkatkan produktivitasnya dan menemui sendiri pangsa pasar yang empuk. Berkat perjuangan panjang, kelompok usaha anggrek ibu-ibu di sebuah dusun di Pabelan sudah lebih melek teknolgi untuk mengembangkan usaha dan dapat mengakses informasi serta melakukan komunikasi yang dibutuhkannya baik melalui komputer ataupun telepon genggam.

Dari pengalaman ini, saya punya keyakinan bahwa setiap orang punya kesempatan yang sama untuk maju di era informatika. Setiap orang dapat bekerjasama dan berkompetisi dengan siapa saja tak peduli dimana tempatnya. Tak terhitung berapa jumlah transaksi yang telah dilakukan melalui facebook atau kaskus, juga blog-blog yang menjual aneka produk tanpa mengenal batas lagi. Optimisme ini semakin dikuatkan oleh kenyataan bahwa mayoritas pengguna ponsel adalah kaum muda, yang notabene mengerti betul bagaimana teknologi informasi dan komunikasi harus digunakan dan dikembangkan. Popularitas tiba-tiba Shinta-Jojo dengan video Keong Racun, Audrey dan Gamal yang sangat terkenal di Youtube karena menyanyikan hits-hits kelas dunia, keberhasilan situs jejaring sosial koprol dan kaskus merupakan contoh awal keberhasilan generasi muda Indonesia di zaman ini.

Tinggal menunggu waktu, peran PC, laptop, netbook dan lainnya akan dipindahkan ke dalam genggaman dengan ponsel yang semakin hari semakin canggih. Thomas L Friedman dalam buku fenomenalnya The World Is Flat kembali menegaskan, di zaman yang ia sebut sebagai Globalisasi 3.0 ini, setiap orang dapat menjadi super-power. Contoh paling anyar adalah Julian Assange yang tiba-tiba menjadi adidaya karena situs kontroversial WikiLeaks yang ia ciptakan. Maka siapa pun anda,  meski bukan nabi, masa depan di kampung dunia dapat anda buat secemerlang mungkin.

12 komentar:

  1. keren niiih, tp sayah agak kurang pahaaam.. heheeh

    BalasHapus
  2. dari dulu, globalisasi kerap dipandang sebagai sebuah momok, khususnya bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia yang notabene Muslim dan Miskin (hiks hiks hiks), tapi membaca tulisan ini, kita sekaan diberikan kacamata baru yang jarang direfleksikan oleh masyarakat Indonesia kebanyakan; bahwa persoalan Globalisasi sejatinya bertumpu pada dua hal yakni, siapa yang menunggangi dan siapa yang ditunggangi (ngeresssss). tinggal bagaimana kita memanfaatkan kendaraan Tehnologi Informasi yang kerap berubah dengan cara massive ini :p

    sejujurnya gag mau lebbai, tapi jujur tulisan ini begitu gemuk dan berbobot... naiz simpelnya...

    BalasHapus
  3. siapa tuh kak petani yg asyik update status nya???..
    xixixxxxi...
    the explored the creative the expression of thoughts

    BalasHapus
  4. dear Bana..
    background nama yang keren ya.. Berlian..Buana.. BB.. for Blackberry ? :)

    tulisan anda apakah tidak sebaiknya dibuat mengulas lebih memanjang, dalam dan spesifik tidak meloncat2?
    seakan2 anda menyajikan data faktual yang terjadi namun anda tidak menjelaskan sesungguhnya 5w dan H itu melatarbelakangi dan memberikan efek terhadap fenomena yang diangkat kepada yg membaca
    silakan baca dan cari sumber yang lebih mendalam sebelum memposting :)
    overall keren, ide awalnya tentang global village ya? :))

    BalasHapus
  5. kerajaan -> negara -> globalisasi (entah apa namanya, yang jelas bentuknya demikian)....

    BalasHapus
  6. ish.... blognya keren loh...
    tulisanmu bagus, hanya kurang "menggigit" aja
    mungki karena pemaparan definisi gobalisasi dan teknologi itu kurang, jadi analisa yang kamu angun ttg "global village" kurang begitu terasa...
    but this is GOOD!

    BalasHapus
  7. Gimana nasib tulisan ini? Mana tulisan baru?

    BalasHapus
  8. sahabat, saya datang terlambat. tiba-tiba saja saya ingat ilmu telepati, meraga sukma, atau baskom emak lampir. itu kecanggihan informatika juga...

    BalasHapus