Saya hampir selalu menang taruhan.
Kekalahan dan seri bisa dihitung jari, 98 persen perjudian saya
berakhir di kemenangan. Ini memang bermaksud sombong. Sungguh, saya
memang sedang ingin riya, ujub, dan takabur—karena kalau bilang
nggak, kesannya bakal amat sangat sombong sekali.
Pernah suatu ketika, dalam sebuah upaya
memaksa Agus Mulyadi menulis rutin di Mojok, saya menggoda Agus untuk
taruhan. Menjelang laga Chelsea kontra Manchester United di musim
2014/2015, saya elus-elus dulu kebanggaan dan kepongahan blogger
kondang asal Magelang itu sebagai suporter United. Setelah dia merasa
di atas angin, saya gelitiki dia dengan gagasan taruhan agar
kepongahannya terbukti punya kaki dan bukan omong kosong. Dasar
manusia lemah iman, Agus masuk perangkap dan terjerumus ke dalam
lembah hitam yang sejak puluhan tahun lalu telah diingatkan Wak Haji
Rhoma Irama sebagai sesuatu yang meracuni kehidupan.
Judi, teeet!
Sebelum laga, saya sempat bilang ke
Agus: Celsi bakal menang 1-0. Golnya dari sisi kiri Celsi atau sisi
kanan pertahanan Emyu, kira-kira di menit 37. “Kamu yakin, tetep
mau taruhan, Gus?”
Agus tentu saja menganggap itu sebagai
sesumbar murahan dan masih bertahan dengan kepongahannya. “Halah,
Celsi itu bisa apa? Paling-paling nahan imbang,” katanya seyakin
seekor ayam mematuk seekor cacing.
Sisanya adalah sejarah. Anda bisa tanya
hasilnya ke Mbah Gugel dan kebenaran cerita ini ke Agus sendiri,
mumpung keduanya masih hidup.
Saya tidak akan bisa menjelaskan
bagaimana bisanya dengan terang-benderang, tapi begitulah adanya.
Mungkin keberuntungan, mungkin pula kemampuan spesial, saya belum
pernah memeriksanya secara seksama. Jangankan Anda, atau rekan-rekan
judi saya, saya sendiri pun heran.
Sayangnya saya bukan orang yang gila
judi. Kalau saja iya, barangkali saya sudah kaya-raya—kapan-kapan
akan saya pertimbangkan lagi untuk alih profesi jadi tukang judi
penuh waktu. Barangkali di situ pulalah masalahnya, saya hanya mau
berjudi di saat-saat tertentu saja; saat saya benar-benar yakin untuk
bertaruh. Jarang sekali saya mau bertaruh kalau tidak yakin betul.
Dan kali ini, keyakinan ini muncul
begitu kuatnya. Bedanya dengan perjudian lama, ini sama sekali bukan
tentang dadu yang dikocok atau kartu yang dibagikan secara acak atau
skor yang ditebak. Keyakinan akan pertaruhan ini bukan perjudian
biasa.
Kali ini saya ingin bertaruh untuk
novel Mas Yusi yang akan segera terbit: Raden Mandasia Si Pencuri
Daging Sapi. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa novel ini akan menjadi
salah satu bacaan paling penting yang pernah dilahirkan kesusastraan
Indonesia. Kalau tidak dipajang di toko-toko buku konvensional, ia
akan diburu di macam-macam lapak online. Taruhan, jika para penjaja
buku di bus-bus kota dan emperan-emperan kota-kota kecil dikasih
kesempatan jualan buku ini, Raden Mandasia akan setidaknya sama
legendarisnya dengan “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap”atau
komik-komik Petruk dan Surga dan Neraka atau buku-buku Bastian Tito
dan Asmaraman Kho Ping Hoo dan Mira W dan Fredy S atau mahakarya
Pramoedya Ananta Toer. Bisa jadi ia malah akan melampaui mereka
semua.
Berani saya bertaruh, tuntunan yang akan diberikan Raden Mandasia jauh lebih lengkap daripada “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap”. Ia bukan hanya akan membimbingmu, memberimu pentunjuk tata cara menjadi relijiyes dan rajin beribadah, jauh di atas itu semua, begitu kau membacanya kau bahkan akan langsung merasakan dirimu berada dalam diri Tuhan—atau sebaliknya, sama saja. Kau akan segera mengerti apa itu yang ilahiah tanpa harus berpuasa berbulan-bulan bertahun-tahun atau berangkat ke tanah suci. Kau akan terbebas dari segala yang duniawi. Kau akan kembali ke masa kanak-kanakmu ketika menemukan kesenangan murni membaca sesuatu yang kau tidak ingin orang tahu. Kau akan meresapi kembali segala sensasi nan mendebarkan itu.
Secara berganti-gantian, atau bersamaan, di tengah perjalanan kau juga akan menemukan sensasi-sensasi lain yang belum pernah kautemukan di buku-buku hebat yang sebelumnya kaubaca. Sekali waktu kau akan tegang, sangat tegang, atas-bawah, lain waktu kau akan ngiler, air liurmu seperti mau tumpah bak hujan dari langit Bogor, berikutnya kau akan terpaku pada detail teknik-teknik penting untuk menunjang peradaban, lalu merasakan jenis kebahagiaan liar yang belum pernah kaurasakan, kau nyengir kuda, senyum-senyum geli, geli-geli senyum, tertawa terbahak-bahak sampai mau nangis, memaki-maki dengan ungkapan paling buruk yang belum pernah dikenal nenek-moyang kita, tahu-tahu kau sudah sampai di halaman terakhir, paragraf terakhir, kalimat terakhir, kata terakhir, huruf terakhir, titik terakhir, dan kau akan menarik napas panjang untuk kemudian melepaskannya pelan-pelan dan tanpa sadar kau akan berbaring sambil memeluk buku itu.
Kau ingin membacanya sekali lagi, tapi badanmu masih lemas dan tanganmu masih belum punya cukup daya untuk kembali membuka halaman pertama sementara pikiranmu mulai mengembara lagi mengingat-ingat sensasi dari setiap adegan yang datang begitu saja di kepalamu.
Demikianlah, kau tidak akan menyesal jika Tuhan tidak menunda lagi mengambil nyawamu saat itu juga. Kau sedang berada di puncak makrifatmu sebagai hamba, eksistensi terbaikmu sebagai manusia. Jika kau berumur panjang, kau akan mensyukurinya sebagai kesempatan untuk pamer ke cucu-cicitmu bahwa kau menghabiskan masa mudamu dengan membaca karya-karya besar Yusi Avianto Pareanom dan menyaksikan aksi lapangan Lionel Messi—kau punya cetakan pertama semua buku Yusi dengan pesan khusus dan tandatangannya untukmu karena kau pernah beberapa kali ngopi bareng penulis paling keren itu dan tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa merobohkan kebangganmu meski kau tak punya jersey Messi bertandatangan.
Berani saya bertaruh, tuntunan yang akan diberikan Raden Mandasia jauh lebih lengkap daripada “Risalah Tuntunan Shalat Lengkap”. Ia bukan hanya akan membimbingmu, memberimu pentunjuk tata cara menjadi relijiyes dan rajin beribadah, jauh di atas itu semua, begitu kau membacanya kau bahkan akan langsung merasakan dirimu berada dalam diri Tuhan—atau sebaliknya, sama saja. Kau akan segera mengerti apa itu yang ilahiah tanpa harus berpuasa berbulan-bulan bertahun-tahun atau berangkat ke tanah suci. Kau akan terbebas dari segala yang duniawi. Kau akan kembali ke masa kanak-kanakmu ketika menemukan kesenangan murni membaca sesuatu yang kau tidak ingin orang tahu. Kau akan meresapi kembali segala sensasi nan mendebarkan itu.
Secara berganti-gantian, atau bersamaan, di tengah perjalanan kau juga akan menemukan sensasi-sensasi lain yang belum pernah kautemukan di buku-buku hebat yang sebelumnya kaubaca. Sekali waktu kau akan tegang, sangat tegang, atas-bawah, lain waktu kau akan ngiler, air liurmu seperti mau tumpah bak hujan dari langit Bogor, berikutnya kau akan terpaku pada detail teknik-teknik penting untuk menunjang peradaban, lalu merasakan jenis kebahagiaan liar yang belum pernah kaurasakan, kau nyengir kuda, senyum-senyum geli, geli-geli senyum, tertawa terbahak-bahak sampai mau nangis, memaki-maki dengan ungkapan paling buruk yang belum pernah dikenal nenek-moyang kita, tahu-tahu kau sudah sampai di halaman terakhir, paragraf terakhir, kalimat terakhir, kata terakhir, huruf terakhir, titik terakhir, dan kau akan menarik napas panjang untuk kemudian melepaskannya pelan-pelan dan tanpa sadar kau akan berbaring sambil memeluk buku itu.
Kau ingin membacanya sekali lagi, tapi badanmu masih lemas dan tanganmu masih belum punya cukup daya untuk kembali membuka halaman pertama sementara pikiranmu mulai mengembara lagi mengingat-ingat sensasi dari setiap adegan yang datang begitu saja di kepalamu.
Demikianlah, kau tidak akan menyesal jika Tuhan tidak menunda lagi mengambil nyawamu saat itu juga. Kau sedang berada di puncak makrifatmu sebagai hamba, eksistensi terbaikmu sebagai manusia. Jika kau berumur panjang, kau akan mensyukurinya sebagai kesempatan untuk pamer ke cucu-cicitmu bahwa kau menghabiskan masa mudamu dengan membaca karya-karya besar Yusi Avianto Pareanom dan menyaksikan aksi lapangan Lionel Messi—kau punya cetakan pertama semua buku Yusi dengan pesan khusus dan tandatangannya untukmu karena kau pernah beberapa kali ngopi bareng penulis paling keren itu dan tidak ada sesuatu di dunia ini yang bisa merobohkan kebangganmu meski kau tak punya jersey Messi bertandatangan.
Bagaimana, berani taruhan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar