1.3.12

Dicari: Albus Dumbledore Asli Indonesia

Politik kita hari ini makin seperti film horor dalam negeri. Ngeri-ngeri tapi bagi akal sehat bikin geli. Setiap hari kita dipaksa menonton lelucon di televisi. Kalau tidak setuju, tolong sebutkan satu saja peristiwa politik belakangan ini yang  tidak lucu.

Lalu bagaimana masa depan Indonesia? Semua orang pasti akan langsung bersepakat bahwa masa depan negara ada di tangan pemuda. Pemuda adalah harapan laten semua bangsa. Tapi bisakah generasi sekarang mengamankan masa depan? Itu pertanyaan besar yang jawabnya masih disimpan di Bank Swiss. Entah siapa pegang kuncinya.

*********

Bukan rahasia jika setiap tokoh muda punya mentor. Bukan rahasia pula, setiap organisasi pemuda punya senior elit yang kepentingannya harus dibela dan diperjuangkan mati-matian. Namanya kepentingan, kadang bertemu kadang beradu. Kawan dan lawan soal mata pendapatan saja, di samping pendapat pastinya. Organisasi mahasiswa adalah kepanjangan tangan senior-seniornya di lapangan. Ya buat demo, menggarap proyek hingga menjadi mesin politik yang berpusing ke seluruh penjuru nusantara. Dari skala teri sampai skala kakap.

Jadi sebenarnya, ungkapan masa depan bangsa di tangan pemuda adalah hiburan belaka. Buat membesarkan hati cuma-cuma. Pengendalinya yang tua-tua juga. Jangan kecewa.

Para petua itulah yang berkontribusi besar atas kenyataan politik kita akhir-akhir ini. Sekali lagi jangan kecewa. Begitulah adanya. Setiap tokoh muda pasti sangat patuh pada minimal satu orang yang dianggapnya Suhu. Setiap organisasi pemuda atau mahasiswa punya senior yang kata-katanya merupakan firman. Anak muda, kau baru benar-benar pegang kendali setelah kau sudah tak lagi muda! Camkan itu. Jangan ge-er kalau ada yang menyanjung peran pemuda setinggi Menara Dubai. Itu lebay.

Mari kita tengok novel Harry Potter. Oleh J.K Rowling, Harry dijadikan tokoh utama yang bisa mengalahkan Voldemort. Kita yang masih kecil, senang sekali mendapati Harry pahlawannya. Tapi Harry hanyalah kepanjangan tangan dari Dumblodore, Kawan-kawan. Bahkan seluruh anggota Orde Phoenix patuh kepada Dumbledore. Jadi siapa pengendalinya? Si Tua. Tapi sampai di sini, bolehlah kita sebut yang muda yang menentukan.

Mau tidak mau, kita sebagai pemuda yang katanya pemegang mandat masa depan, wajib menemukan Maha Guru yang tepat. Harry sih enak, tanpa dia cari, Dumbledore datang menghampiri. Apesnya, kita bukan hidup di dunia rekaan. Dan di negara ini ada banyak sekolah dan universitas. Sementara di sana, Hogwarts satu-satunya. Sudah pasti ia jumpa Dumbledore, pembimbingnya. Sementara kita, harus mencari kesana-kemari. Akan sangat berbahaya jika kita jatuh menjadi Draco Malfoy, punya panutan si Penguasa Kegelapan. 

Anak-anak muda Indonesia butuh mentor politik sekelas Albus Dumbledore, agar bisa membebaskan negeri ini dari ancaman Kamu-Tahu-Siapa dan para Pelahap Maut. #Tsaaah. Walaupun ada ribuan Harry, Ron dan Hermione, percuma bila sosok seperti Dumbledore absen. Sosok yang tidak hanya memiliki kesaktian politik, tapi juga kecerdasan menyusun strategi agar kebajikan jua yang juara.

Dumbledore (bukan) politisi?

Kehadiran figur Dumbledore tampaknya begitu mendesak. Adakah figur Dumbledore di sini? Kegelisahan ini kemudian saya bagi di warung kopi.

"Sayangnya tokoh seperti Dumbledore selalu harus mati. Makanya, gak ada yang mau ambil posisi Dumbledore," jawab seorang teman. Saya langsung nyengir. Tiba-tiba buku Psikologi Kematian-nya  Kajeng Rektor melintas di kepala. Buku yang membahas dengan tuntas, semua yang bernyawa pasti bakal mati. Tanpa ditulis di kitab suci pun semua orang tahu. Tapi barangkali maksud teman tadi, jarang ada manusia yang rela mati demi sebuah perjuangan.

"Bukankah kematian Dumbledore sudah ia rencanakan sendiri? Itu justru salah-satu contoh kesaktian politiknya yang luar biasa. Dumbledore sendiri yang memilih; kapan, bagaimana dan oleh siapa ia tewas. Ia juga sudah menghitung dengan rinci bagaimana dampak politik dari kematiannya," saya coba menjawab.

Teman tadi manggut-manggut.

"Dumbledore bukan orang politik kok. Buktinya, dia lebih milih jadi Kepala Sekolah daripada jadi Menteri Sihir," seorang teman yang lain menimpali.

"Lhoh, itu kan juga langkah politik?"

"Tergantung siapa yang lihat. Dumbledore gak perlu jadi politisi untuk dihormati,"

Wah, teman yang satu ini ternyata sebegitu rendahnya memandang politik dan politisi. Tak rela dia, Dumbledore disamakan dengan politisi. Dia tidak bisa terima, Dumbledore dicap nyebur dalam percaturan politik. Tentu saja dia tak bisa disalahkan. Politik memang lebih sering tampil bermuka bopeng. Politik seolah-olah begitu jauh dari tujuan utamanya, mencapai kebaikan bersama. Politik hanya dipahami teman ini dalam maknanya yang paling hina. Politik seperti hantu blau.

"Definisi kita tentang politik belum selesai, kayaknya."

"Definisi mah tergantung orangnya aja yang liat. Sosok Dumbledore, menurutku bukan sosok yang demen sama yang namanya politik, tapi pastinya dia dihormati," kata dia melanjutkan, diikuti tawa.

Dumbledore memang bukan politisi an sich. Tapi ia punya pengaruh besar bagi politik dunia sihir. "Bukan soal dihormati atau nggak, bukan juga soal jadi politisi atau nggak. Tapi soal pengaruhnya dan gimana dia gunain pengaruh itu. Jelas-jelas Dumbledore ada di pusaran politik dunia sihir. Dia malah memimpin satu kelompok. Kalo nggak mau dibilang partai, katakanlah semacam LSM. Posisinya jelas banget, menghadapi Voldemort dan para pengikutnya. Dumbledore dengan sadar ngambil peran dan posisi politik itu. Soal nggak mau ngambil jabatan politik: jadi menteri, itu kan taktik," panjang-lebar saya menjelaskan.

"Ah, Bukan taktik ah. Dumbledore hanya seseorang dengan penderitaan dan tanggung jawab yang penuh misteri dari masa lalunya,' lagi-lagi dia menyangkal.

"Masa lalu Dumbleodre itu kan faktor pendorong sikap-sikap dan tindakan politiknya?"

Diskusi buntu. Teman saya berkeras, Dumbledore tidak tersentuh, apalagi menyentuh politik yang kotor. Ingin rasanya menyodorkan gambaran Gandhi dan perjuangan politiknya. Mengingat arah diskusi sebenarnya bukan perdebatan beginian, saya urungkan niat. Saya keburu maklum, dia susah mengerti karena terlalu mem-boneka-barbie-kan Dumbledore. Dan lebih jauh lagi, bawah sadarnya mengamini bahwa politik itu keji.

*********

Masih banyak mahasiswa dan pemuda yang peduli masa depan bangsa. Masih banyak yang demonstrasi karena peduli, bukan dibeli. Masih banyak yang sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengabdi kepada Ibu pertiwi. Meski demikian, tanpa pembimbing dan penunjuk jalan macam Dumbledore, selamat tinggal Indonesia yang cerah.

Tanpa tokoh sekaliber Dumbledore, politik kita selamanya akan abu-abu. Anak muda dengan idealisme menyala-nyala akan mati kutu. Dementor akan semakin meraja-lela menebar kegelapan, ketakutan dan keputus-asaan. Ancaman Kamu-Tahu-Siapa dan para Pelahap Maut semakin nyata. Dan pada saatnya, mereka yang akan berkuasa selama-lamanya. Anak-anak muda yang masih bening tatapan matanya, tidak mustahil akan bergabung ke sana. Tidak terkecuali saya sendiri.

Di lain pihak, teman saya tadi mulai berbicara tentang Aurel Hermansyah. Dia ceritakan, puteri pertama Anang-Krisdayanti itu memutuskan pacarnya melalui twitter. Dia katakan dengan lantang, anak muda seperti Aurel tidak peduli sama sekali dengan politik. Bagi Aurel, topik yang kami bicarakan ini sampah. Saya tidak bisa terima dan tak mau kalah tinggi intonasi: "AUREL ITU MUGGLE! JANGAN DIGANGGU! BIARIN AJA!"

Barangkali tulisan ini terlalu hitam-putih. Tapi Dumbledore pernah bersabda: "It is not our abilities that show what we truly are. It is our choices."


Baca juga:
Quo Vadis Gerakan Mahasiswa?

13 komentar:

  1. goodjob ban!
    i really like your writting!
    have you ever realized dumbledore choose to be headmaster than minister of magic, because he want to play the politics with his own way
    i believe so,
    that's coolman and we hard to find it now
    tapi dari semua tulisan kamu, aku paing suka
    "AUREL ITU MUGGLE, JANGAN DI GANGGU" hahahaha...:D #kocak bener

    BalasHapus
  2. ini siapaaa?
    but thank you so much, anyway...

    seneng ada yang suka :)

    BalasHapus
  3. Adi Mulia Pradana2 Maret 2012 pukul 11.30

    yang sabar sama politik kita. politik indonesia butuh mental dobel - dobel :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. beuuuhhh...

      percaya banget deh, sama komentar praktisi mah :D

      makasih udah mampir, kak prad...
      mari berjuang bersama untuk Indonesia yang lebih baik! :)

      Hapus
    2. semoga...amin....mungkin perbaiki mental diri dulu ...kelihatanya baru bisa

      Hapus
  4. kritis dan puitis...

    bisa jadi harus mengembangkan jalan 'lain' ala Jassin... makin banyak oase di sahara material-isme... bisa jadi penawar racun ampuh bangsa ini..

    btw, bisa tukar link mas? saya sudah pasang link blog ini: coba check di:http://terminalinformasi.web.id/blog-sahabat/

    saya tunggu link balik nya

    salam dr jogja

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, saya tersanjung sekali.
      blog anda sudah saya masukkan di kolom sahabat blog ini :)

      semoga ada kesempatan untuk jumpa di jogja yaa...

      Hapus
  5. Gua pengen banget nulis kayak gini. Tema berat yang dimetaforisasi dengan perlambang yang akrab.

    Subhanallah. Maha suci Allah yang menciptakan penulis artikel ini.

    BalasHapus
  6. sebagai pemuda juga kita harus memperbaiki tingkah laku kita agar masa depan bangsa tidak seperti yang kita lihat sekarang

    BalasHapus
  7. subhanallah, addyn...

    BalasHapus
  8. etapi seru kaliya mban, kalo ada fil dokumenter ttg politik di Negeri kita. jd bisa sedikit teraba siapa Dumbledore-nya...
    kita mungkin saja melihat sosok Dumbledore dan sekaligus titisannya si Harry James Potter sebagai sosok 'Hero' dan juga orangbaik, bahkan baik sekali. kenapa? ya karena Ms. Rowling udah terlanjur buat ceritanya begitu, ya kan mban?? Mehehehehe. Seandainya gw lebih suka sosok voldemort di film tersebut, pasti gw mengagungkan voldemort lah… bisa aja dg cerita yang sama tapi sudut pandangnya diubah, peran utama nya Voldemort yang ingin merebut Hogwarts… ahahaha bisa kan?

    ahahah
    apapun itu, mari kita bersama2 cari Bapak dumbledore, bapak tua yang tidak politis tapi pakarnya politik dan memainkan politik

    nice writing text mban....

    BalasHapus
  9. ada tuh, kak, film dokumenter tentang politik yang anak muda bgt. judulnya HOPE, garapannya bang Andibachtiar Yusuf. aku msh punya banyak dvd-nya :D

    mengenai voldemort itu, kan udah dibicarakan dengan manis di akhir tulisan :D ==>> Dumbledore pernah bersabda: "It is not our abilities that show what we truly are. It is our choices."

    BalasHapus