14.5.13

Kenneth Waltz

Seorang titan dalam Ilmu Hubungan Internasional wafat. Dunia seolah tak terpengaruh apa-apa olehnya.

Tak banyak yang tahu. Mungkin tak banyak yang peduli. Kenneth Waltz kemarin menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Tak seperti kematian Chavez dan Tatcher, mangkatnya Waltz seperti berita kematian seorang tokoh desa saja. Portal-portal berita internasional nyaris tak ada yang mengabarkannya. Saya pertama kali membaca berita itu dari akun twitter Dan Rezner, seorang penulis di Foreign Policy.

Setelah membaca berita itu, saya langsung menggunakan mesin pencari, tapi nihil berita kematiannya. Saya lalu menggunakan tab search di twitter, cukup banyak orang yang mempertanyakan konfirmasi berita duka itu. Kita tahu, mereka yang bertanya pasti bergelut dengan atau pernah menyentuh Ilmu Hubungan Internasional. Karena mustahil bicara HI tanpa menyebut nama Waltz.

Saya coba periksa di wikipedia, entrinya saat itu juga telah diperbaharui. Waltz telah wafat. Berita itu mendapatkan konfirmasi yang cukup dari surel Robert Jervis, juga kolom Stephen Walt.

*********

Waltz bukannya tokoh tanpa kontroversi. Seperti pemikir lainnya, tentu banyak kritik yang diterimanya. Bahkan umpatan, makian.

Umpatan yang paling sering saya dengar adalah umpatan lantaran gagasannya tentang senjata nuklir yang lebih baik disebarkan pada setiap (semakin banyak) negara. Mereka yang sinis, akan dengan cepat mencaci pemikiran itu. Kebanyakan kita memang percaya bahwa dunia akan menjadi tempat yang lebih berbahaya jika senjata nuklir lebih banyak.

"Gagasan Waltz itu sama dengan National Rifle Association of America yang menginginkan setiap orang memegang senjata. Semua orang akan saling bunuh."

“Jika teori Hubungan Internasional dapat membunuh, maka Waltz adalah seorang pembunuh.”

Tapi sinisme tinggallah sinisme. Waltz punya argumen kuat ketika mengatakan semakin besar persebaran senjata nuklir semakin besar pula kemungkinan perdamaian dunia. Pengalaman Amerika Serikat dan Uni Soviet menujukkan itu. Tak pernah terjadi perang nuklir antara kedua negara tersebut.

Menurutnya, dengan persebaran nuklir yang digunakan masing-masing negara sebagai kekuatan defensif dan deteren, kemungkinan perang justru berkurang. Karena negara-negara yang memiliki nuklir akan menggunakannya dengan penuh hati-hati dan tanggung-jawab tinggi, maka perang pun sulit dimulai. Penggun.aan senjata nuklir tidak sama dengan senjata konvensional. Menggunakan senjata nuklir sangat berbeda dengan menarik pelatuk pistol. Maka gagasan Waltz tidak sama dengan mimpi NRA di siang bolong. 

Waltz adalah tokoh utama dan peletak batu pertama mazhab neo-realisme dalam ilmu HI. Sebagai pemikir dan ilmuwan, ia seorang pembaharu bagi disiplin HI. Ketika kaum realis masih terpaku pada penjelasan yang negara-sentris, yang cenderung merupakan simplifikasi bagi kompleksitas politik internasional, Waltz membawa realisme maju beberapa langkah.

Di tangan Waltz, realisme bukan melulu asumsi bahwa panggung internasional ditentukan oleh aktor-aktor negara yang egois yang memiliki kepentingan nasional masing-masing. Lebih dari itu, ia menjelaskan bahwa panggung internasional adalah sistem yang dapat mempengaruhi perilaku aktor negara. Ia tidak melepaskan asumsi realisme bahwa hubungan internasional bersifat anarki, konfliktual dan setiap negara berprilaku sesuai dengan kepentingannya, namun berbagai fenomena internasional dilengkapkannya dengan analisa sistem, analisa struktur. Bukan analisa aktor atau agen belaka, yang dalam banyak kasus seringkali salah. Dengan gamblang teorinya dibuktikan dalam karya monumental: Man, the State and War.



Waltz selamanya akan dikenang dalam ilmu HI sebagai orang pertama yang menemukan dan meletakkan 3 level analisis; individu, negara dan sistem internasional. Sebuah penemuan yang jenial dan jenius.

Ila ruuhi Kenneth Waltz, Al-Faatihah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar