15.1.14

Sebuah Kritik Sebuah Apresiasi untuk Peterpan

Pertengahan dekade lalu, orang Indonesia mana yang tak kenal band Peterpan?

sumber gambar: Website resmi Noah

Di rumah-rumah, pasar tradisional dan modern, terminal, sekolah, kampus, kantor swasta dan pemerintah, lagu-lagu band asal kota kembang itu selalu diputar. Ada Apa Denganmu dan Mungkin Nanti diputar berulang-ulang sampai bosan telinga.

Popularitas yang luar biasa itu diraih Peterpan berkat penjualan album Bintang di Surga yang fantastis. Album kedua mereka yang dirilis pada Agustus 2004. Album dengan rekor penjualan terbanyak sepanjang sejarah musik Indonesia, laku hingga lebih dari 3 juta keping. Angka yang belum menghitung penjualan kaset dan CD di lapak bajakan.

Saking terkenalnya, pada saat album OST Alexandria diluncurkan Agustus 2005, konser mereka ditayangkan enam stasiun televisi sekaligus. Tayangan yang hanya bisa dikalahkan oleh siaran Dunia Dalam Berita dalam sejarah pertelevisian Indonesia. Tahun 2005, mereka memborong hampir semua penghargaan musik di tanah air.

Peterpan pertama kali muncul di belantika musik Indonesia pada tahun 2002. Di album kompilasi bersama sembilan band lainnya, Kisah 2002 Malam, lagu debut Mimpi yang Sempurna berhasil mengantarkan mereka ke tangga pertama popularitas.

Album perdana Taman Langit mendapat sambutan yang sangat hangat. Suara Ariel mulai akrab di telinga pendengar musik. Hits seperti Sahabat, Aku dan Bintang, Semua tentang Kita, Yang Terdalam sering diputar di radio-radio. Ariel, Uki, Lukman, Reza, Andika dan Indra menggenggam tiket menuju kesuksesan besar.

***

Banyak kritikus yang mengeluhkan kualitas musik Indonesia kontemporer. Mulai dari keseragaman tema, musikalitas yang monoton, hingga keberadaan acara musik di hampir semua stasiun televisi yang alih-alih memperkaya dan memajukan dunia musik, justeru menyeragamkan lagi mendangkalkan.

Tengoklah program televisi di pagi hari itu. Nyaris tidak ada obrolan tentang pilihan tema, sound dan proses penciptaan. Melulu canda-tawa dan pertunjukan banal.

Memang pernah ada Radio Show di salah satu stasiun televisi swasta, yang menyajikan pertunjukkan musik yang berbeda. Radio Show dibungkus dengan obrolan penciptaan, pilihan tema lagu, bagaimana band merawat komunitas fansnya dan lain-lain, yang memang berhubungan langsung dan berguna untuk perkembangan musik itu sendiri. Naas, program ini tak bertahan lama.

Peterpan, sebagai band papan atas, tidak luput dari kritik tersebut. Tema musik Peterpan adalah tema meminjam terma yang dipopulerkan Efek Rumah Kacacinta melulu. Dan secara musikalitas, Bintang di Surga tak menawarkan hal baru. Hampir tak ada pendewasaan dari Taman Langit. Suara yang dihasilkan bising karena semua instrumen yang seringkali dipaksa bermain bersamaan dengan partitur yang sama.

Sebagai contoh, simak bagaimana gitar Lukman dan keyboard Andika menumpuk di lagu Bintang di Surga. Laku keras di pasaran, tidak mengubah fakta bahwa kreativitas di lagu itu rendah.

***

Secara lirik, Peterpan sebenarnya sejak semula tidak buruk-buruk amat. Ariel, yang paling banyak bikin lagu, suka membaca karya sastra, punya minat besar pada puisi. Tidak heran bila ia sanggup menciptakan frasa “biar hujan menghapus jejakmu,” “berjalanlah walau habis terang,” dan masih banyak lagi. Bandingkan kualitas liriknya dengan lagu-lagu yang terkenal belakangan.

Secara musikalitas, mereka berbenah di album Hari yang Cerah yang dirilis 2007. Tak ada lagi bising tak penting seperti di album sebelumnya. Aransemen lebih sederhana, namun tepat guna dan mengena.

Barangkali hengkangnya bassist Indra dan keyboardist Andika di tahun 2006 turut mempengaruhi perkembangan ini. David, pengisi posisi keyboardist yang baru, bermain dengan sangat efektif dan kreativitasnya mampu mengimbangi pemain instrumen yang lain. Penumpukan partitur jarang ditemukan.

Simak lagu Menghapus Jejak yang menjadi nomor andalan. Begitu renyah di telinga, dengan komposisi yang tidak berlebihan, dinamis, dipadukan yang lirik yang kuat. Perlahan hatiku terbelenggu/ Kucoba untuk lanjutkan hidup// Engkau bukanlah segalaku/ Bukan tempat ‘tuk hentikan langkahku/ Usai sudah semua berlalu/ Biar hujan menghapus jejakmu.

Seorang teman, seorang Sahabat Peterpan totok, pernah berseloroh, “Abege jaman sekarang sering galau, susah move on, karena kebanyakan mendengarkan lagu patah hati yang memelas-melas, seakan-akan itu akhir kehidupan dan lebih baik mati. Coba kalau mereka mendengarkan Menghapus Jejak, pasti beda.”

Masih cinta melulu? Oh, tentu tidak. Ariel dkk jadi lebih banyak mengeksplorasi tema keterasingan, kekecewaan, keputusasaan dan perlawanan seorang anak manusia. Akar tema ini bisa dirujuk pada lagu Langit Tang Mendengar di album OST Alexandria. Ada Di Balik Awan yang puitis, Hari Yang Cerah untuk Jiwa yang Sepi yang bicara tentang upaya bertahan dan melawan keadaan, Kota Mati yang membisikkan mimpi-mimpi masa lalu, Melawan Dunia yang meradang-menerjang: Hanya bisa bicara/ Mereka tak beri jawaban// Tak perlu dengar kata mereka/ Teruslah berjalan. Ada pula Dunia yang Terlupa.

Praktis hanya Menghapus Jejak, Sally Sendiri dan Cobalah Mengerti yang megangkat tema percintaan. Lagu Lihat Langkahku dan Bebas meskipun secara implisit tentang hubungan lelaki dan perempuan, bisa juga dibaca dalam konteks rekanan atau pertemanan.

Sayangnya keberagaman tema itu tak dipertahankan setelah band ini bertransformasi menjadi Noah. Di album terbaru, Seperti Seharusnya, mereka terjangkit kembali virus cinta melulu. Memang ada Raja Negeriku yang mengangkat nasionalisme dan memasukkan pidato Sukarno, tapi satu lagu itu rasanya tak cukup membantu. Sayang sekali.


Ps: artikel ini pertama kali dipublikasikan di Majalah Surah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar