15.12.13

Kisah Lainnya

Ia masih sibuk rapat peluncuran album terbaru ketika asistennya datang menginterupsi, membisikinya  kabar mengejutkan.

”Ah, itu pasti hoax,” katanya tak ingin percaya.


Rapat dilanjutkan dengan kegelisahan yang mulai menggelayuti hatinya.Konsentrasinya buyar. Selang puluhan menit, asistennya kembali menghampiri dengan wajah lebih pasti; wajah bencana di depan hidung. Ia menerima ponsel pintar yang disodorkan sang asisten untuk memastikan sendiri kebenaran kabar jahanam itu. Seketika pandangannya gelap. Kepalanya seperti hendak meledak.

Di luar sana, seluruh dunia mulai membicarakannya. Riuh-rendah. Jejaring sosial. Portal berita dan forum-forum daring. Koran-koran. Stasiun-stasiun televisi tak mau ketinggalan. Hiruk-pikuk.

Demikianlah Ariel membuka Kisah Lainnya: Catatan 2010-2012. Dramatis. Indonesia gempar oleh tragedi kau-tahu-apa. Dua video terkutuk itu tersebar begitu cepat, mustahil dihentikan. Ia tak mungkin lari. Rentetan hari-hari berkebalikan 180 derajat dengan hidupnya beberapa tahun belakang telah menanti. Dan ia memilih diam ketimbang berteriak dalam kerumunan tak karuan ini. Orang-orang berlomba menghakiminya.

Saya sangat ingat malam itu. Mendadak beberapa orang menghubungi, bertanya apakah saya sudah menonton, menanyakan pendapat dan lain sebagainya yang sebenarnya bukan urusan saya. Hanya karena saya pernah secara terbuka mendaku sebagai Sahabat Peterpan. Hanya karena semua orang tahu saya sering menyanyikan lagu-lagunya. Saya membayangkan apa yang berkecamuk di kepala Ariel saat itu. Tentu tak mudah.

Video itu tak akan mengubah kesukaan saya pada Peterpan. Lagipula itu urusan pribadi. Peduli setan dengan kelakuannya. Lebih penting lagi, Ia tidak melakukan tindak kriminal.

Tapi sebagian orang ternyata lebih suka menghakimi. Sebagian orang merasa punya otoritas moral untuk menghukum. Saya sempat teringat bahwa Ariel mengidolakan Kurt Cobain, jangan-jangan ia akan mengikuti jejak pentolan Nirvana itu bunuh diri di umur 27. Kebetulan Ariel sedang di usia yang sama. Kita semua tahu, ia tak berakhir di situ. Ia masih punya cukup kekuatan untuk bertahan, mempertahankan diri.

Setelah menjadi tahanan Bareskrim, ia menulis: “Jika saya bercerita sekarang, maka itu hanya akan membuat sebagian orang memaklumi saya dan sebagian lagi akan tetap menyalahkan saya. Tetapi itu juga akan membuat mereka memaklumi dunia yang seharusnya tidak dimaklumi. Dan tidak ada yang dapat menjamin apakah, semua dapat memetik yang baik dari kemakluman itu, atau hanya mengikuti keburukannya. Maka saya lebih baik diam… Saya hanya akan bercerita kepada Tuhan, bersuara kepada yang berhak, berkata kepada diri sendiri, lalu diam kepada yang lainnya. Lalu biarkan seleksi Tuhan bekerja pada hati setiap orang.”

Tentu ia bukan manusia paling suci. Tapi ia memilih sikap ksatria. Menghadapi apa pun yang harus dihadapi. Lalu apa lagi yang menarik dari Kisah Lainnya? Sebentar, saya harus mengingat-ingat.

Saya sebenarnya masih terkagum-kagum dengan diri saya sendiri. Ketika beberapa teman sibuk mengaduk-aduk perpustakaan untuk menulis skripsi, saya malah asyik dengan buku ini. Di tempat lain, sahabat-sahabat saya yang lain sedang sibuk mempelajari Haruki Murakami atau Alice Munro atau membaca ulang Antoine de Saint-Exupéry, Astrid Lindgren dan Tetsuko Kuroyanagi, saya dengan bangga memamerkan buku yang konon ditulis secara keroyokan oleh Ariel Uki Lukman Reza David. Luar biasa.

Setelah tuntas membaca, saya curiga buku ini hanya ditulis oleh satu orang, atau paling banyak dua orang. Semoga kecurigaan itu salah. Kalau benar pun bukan masalah. Ada beberapa fragmen yang menarik selama Ariel dipenjara, misalnya perjumpaannya dengan Baasyir dan pengalamannya tak tersentuh sinar matahari untuk waktu lumayan lama. Sehabis itu adalah cerita awal-awal mereka ngeband yang bisa ditemui di banyak majalah. Dilanjutkan dengan paparan Uki, Lukman, Reza dan David selama masa vakuum dua tahun.

Fakta kecil yang membuat saya nyengir adalah aktivitas Lukman dan Reza yang bergabung dengan Jamaah Tabligh. Namun kesemuanya terkesan ditulis oleh orang yang sama, gaya bahasa dan struktur kalimat tak jauh berbeda.

Hanya penuturan David, anggota band paling bontot, yang baru bagi saya. Near death experience yang dialaminya menciptakatn dimensi lain yang lebih memikat dari buku ini. Meski hanya sekilas diulas.

Lain waktu, saya akan menulis tentang film mereka, Noah: Awal Semula. Di samping, saya punya hasrat untuk memiliki buku Noah 6.903 yang desas-desusnya berharga fantastis-bombastis. Apapun, saya akan membelinya jika tersedia di depan mata. Atau, barangkali Tante Sophia bersedia mengirimi saya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar